Laporan Akhir Tahun Komnas Perempuan

Nama: Sadewo Amapuano Notonegoro

NIM/Kelas: 2043501473/KL

Dosen Pengampu: Yani Osmawati, M.Hum.


Laporan Akhir Tahun Komnas Perempuan

    Catatan Tahunan Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mencatat kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan yang diterima oleh berbagai lembaga masyarakat maupun institusi pemerintah yang tersebar di hampir semua Provinsi di Indonesia, serta pengaduan langsung yang diterima oleh Komnas Perempuan melalui Unit Pengaduan Rujukan (UPR) maupun melalui surel resmi Komnas Perempuan, dalam kurun waktu satu tahun ke belakang. Tahun 2020 Komnas perempuan mengirimkan 757 lembar formulir kepada Lembaga-lembaga mitranya di seluruh Indonesia dengan tingkat respon pengembalian 16%, yaitu 120 formulir yang ini sangat berdampak pada data kasus yang dikompilasi. Tingkat respon pengembalian kuesioner tahun ini turun sekitar 50% dikarenakan kondisi pandemik COVID-19 yang memaksa penyesuaian pada sistem kerja layanan dan memerlukan waktu untuk beradaptasi. Selain itu, Komnas Perempuan melakukan inovasi diantaranya, penambahan pertanyaan tentang proses hukum, kondisi dan keberlangsungan Lembaga layanan, serta pengumpulan data dalam format online. Sejalan dengan hasil survei Komnas Perempuan tentang dinamika KtP di masa pandemik, penurunan jumlah kasus dikarenakan korban tidak berani melapor karena dekat dengan pelaku selama masa pandemik (PSBB) korban cenderung mengadu pada keluarga atau diam, persoalan literasi teknologi dan model layanan pengaduan yang belum beradaptasi merubah pengaduan menjadi online. Sebagai contoh di masa pandemik, pengadilan agama membatasi layanannya, serta membatasi proses persidangan.
    Komnas Perempuan mendapat beberapa temuan. Jumlah kasus Kekerasan terhadap Perempuan (KtP) sepanjang tahun 2020 sebesar 299.911 kasus, terdiri dari kasus yang ditangani oleh Pengadilan Negeri/Pengadilan Agama sejumlah 291.677 kasus, Lembaga layanan mitra Komnas Perempuan sejumlah 8.234 kasus, Unit Pelayanan dan Rujukan (UPR) Komnas Perempuan sebanyak 2.389 kasus, dengan catatan 2.134 kasus merupakan kasus berbasis gender dan 255 kasus di antaranya adalah kasus tidak berbasis gender atau memberikan informasi. Penurunan signifikan jumlah kasus yang terhimpun di dalam Catahu 2021 menunjukkan bahwa kemampuan pencatatan dan pendokumentasian kasus KtP di lembaga layanan dan di skala nasional perlu menjadi prioritas perhatian bersama. Sebanyak 299.911 kasus yang dapat dicatatkan pada tahun 2020, berkurang 31% dari kasus di tahun 2019 yang mencatat sebanyak 431.471 kasus. Hal ini dikarenakan kuesioner yang kembali menurun hampir 100% dari tahun sebelumnya. Pada tahun sebelumnya jumlah pengembalian kuesioner sejumlah 239 lembaga, sedangkan tahun ini hanya 120 lembaga. Namun sebanyak 34% lembaga yang mengembalikan kuesioner menyatakan bahwa terdapat peningkatan pengaduan kasus di masa pandemi. Data pengaduan ke Komnas Perempuan juga mengalami peningkatan drastis 60% dari 1.413 kasus di tahun 2019 menjadi 2.389 kasus di tahun 2020. 
    Pada Tahun 2020 tercatat beberapa kemajuan perlindungan hukum bagi perempuan di antaranya pemenuhan Hak Buruh Migran dalam UU Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, Surat Keputusan Gubernur Aceh 330/1209/2020 Tentang Penetapan Penerima Reparasi Mendesak Pemulihan Hak Korban Kepada Korban Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), Peraturan Pemerintah No. 39 Tahun 2020 tentang Akomodasi yang Layak untuk Penyandang Disabilitas dalam Proses Peradilan, Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 2020 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2018 Tentang Pemberian Kompensasi, Restitusi dan Bantuan kepada Saksi Dan Korban. Sementara itu di tahun 2020 telah terdapat penegasan payung hukum untuk pemulihan bagi korban terorisme melalui Peraturan Presiden. Namun Komnas Perempuan mencatat tidak ada kemajuan berarti dalam penanganan pelanggaran HAM masa lalu. Hingga CATAHU ini dituliskan, Keputusan Gubernur Aceh untuk kompensasi korban pelanggaran HAM berbasis temuan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Aceh, dimana diantaranya termasuk korban kekerasan seksual, belum terlaksana. Di tengah-tengah pandemi, juga diamati bertumbuhnya support group komunitas untuk para korban kekerasan seksual. Dukungan ini menciptakan daya resiliensi korban sehingga menjadi berdaya dan merasa tidak sendirian.



http://budiluhur.ac.id/
Perempuan dan Keadilan, KL.


Comments